Mei 11, 2018

Famtrip Blogger - Jelajah Hutan Sampai ke Pancuran Pitu

Minggu pagi, pukul tujuh kurang kami baru bergegas untuk memulai trekking ke Pancuran Telu. Jalur yang dilalui adalah jalan setapak sebelah utara Graha Tectona yang mengarah ke area lokasiwata. Kami melewati jalan hutan, menyebrangi Sungai Belot yang mengering. Di atas sungai ini, tedapat jembatan gantung berwarna merah yang sudah tua sekali. Saking usangnya, akses jembatan tersebut sudah ditutup pagar untuk menjaga risiko keamanan. Kami melewati jalan kecil semak-semak yang berakhir ke sisi atas sebelah timur lokawisata. Kemudian melalui jembatan beton yang berada di atas Kali Gumiwang. Dari atas jembatan ini, saya melihat aliran sungai di bawahnya dengan debit air cukup deras beserta lanskap lokawisata yang sekelilingnya berwarna kehijauan. Setelah menuruni tangga, kami naik ke sisi bukit yang menuju ke arah Pancuran Telu. Dari titik di mana para pedagang berjualan, jaraknya tinggal 200 meter. Kemudian ada pintu masuk dengan tiket seharga Rp 13.000,- . 

Pancuran Telu
Sumber air panas pancuran telu memiliki area yang sempit. Lokasinya berada di antara cerukan bukit. Area ini memiliki kolam rendam, pemandian air hangat, dan area pijat belerang. Di dekat pancuran ini, terdapat makam Mbah Tapak Angin yang mitosnya adalah penunggu atau penjaga Gunung Slamet. Menurut cerita lain pula, petilasan tersebut merupakan makam Syekh Maulana Malik Ibrahim, penyebar agama Islam di Pulau Jawa yang datang ke tempat ini setelah melihat pancaran cahaya dari atas langit.

Tidak lama kami berhenti di tempat ini. Hanya mengamati sebentar, kemudian melanjutkan trekking menuju ke Pancuran Pitu. Jalur trekking yang sebenarnya pun dimulai. Tangga menanjak nan berkelok mengantarkan kami ke area hutan yang rapat. Sangat teduh sekali tempatnya. Pohon-pohon damar tumbuh tinggi puluhan meter. Daunnya yang menutup bagian atas, menyisakan sedikit ruang cahaya yang masuk. Jalanan semakin naik. Trek yang dilalui adalah jalanan batuan yang dibuat seperti trotoar. Bertangga-tangga, sehingga kaki bergerak dengan pola naik turun tangga yang berulang. Begitu terasa. Beruntung udara di sekitaran terasa segar. Trekking melewati area hutan ini asik sekali untuk melatih otot kaki. Hutan ini pula memiliki spesies tumbuhan yang kaya. Banyak tanaman dan bunga yang tumbuh di sekitaran sehingga kita bisa mengamatinya ketika sedang berhenti sejenak mengatur napas.


Hutannya ijo royo-royo

Bunga hutan
Sampailah kami melewati titik terakhir. Kami berhenti disana untuk menunggu kawan-kawan lain yang masih di belakang. Di titik ini, ada pos pemberhentian untuk beristirahat. Seorang bapak penjual es badheg (air nira kelapa) stand by disana. Si bapak siap menyuguhkan jamuannya kepada kami. Segarnya es badheg cukup melepas dahaga yang dirasa.

Ada penjual es badheg di hutan. Asik banget kan.
Tidak lama, Mba Idah dan Mba Wening pun sampai. Mereka ini luar biasa sekali. Trekkingnya sambil menggendong anaknya. Sedari kecil udah ngajak anaknya berinteraksi dengan alam. Keenan sama Yasmin jadi anak gunung nih kalau udah gede. Muka Mba Wening kelihatan lelah sekali sedikit pucat. Dia langsung istirahat dan minum es badheg.

Sedang asik berbincang di tempat ini. Muncullah tiga ekor burung elang tepat di atas kami. Ini bukan fantasi elang seperti yang terekam di film laga-laga itu. Hahaha. Burung elang itu beneran keluar dari sangkarnya yang entah ada dimana. Mengepakkan sayapnya terbang di atas ruang udara. Tidak lama kemudian menghilang.

Mba Sista datang membawa makanan untuk kami. Sebelum melanjutkan perjalanan, kami makan terlebih dahulu. Menunya adalah nasi bungkus daun jati dengan tumisan klika (kulit singkong). Warnanya agak kemerahan. Dipadukan dengan oseng tempe ireng dan telor sambel. Ini kali pertama saya menyantap klika. Rasanya sedikit renyah hampir seperti rebung. Makanan ini adalah sajian tradisional. Setelah kenyang, kami melanjutkan perjalanan dengan menaiki angkot yang disediakan pihak Palawi. Dari situ, lokasinya dekat dengan jalan raya. Sudah tidak jauh lagi untuk sampai ke pintu masuk Pancuran Pitu. Sekitar lima menit saja. Baru naik, sudah turun lagi. Ya lumayan, kalau langsung jalan lagi, bisa sengkil nanti. Sampai di depan pintu masuk, lanjut trekking lagi sekitar 15 menit untuk sampai Pancuran Tujuh. Jalannya menurun terus ke bawah.

Mari makan
Pancuran Pitu adalah tujuh aliran sumber air panas yang berasal dari puncak gunung. Aliran ini berwarna kekuningan hasil endapan belerang di saluran air yang dialiri. Ada juga bekas lumut yang menempel pada bagian batuannya. Airnya cukup terasa panas. Saking panasnya, biasanya pengunjung mencoba air ini untuk sekedar cuci muka merasakan airnya. Sedangkan untuk mandi, ada beberapa tempat asik yang bisa dicoba. Satunya kolam rendam yang letaknya di kamar mandi bilas,  air pancuran yang biasa dipakai bilas setelah pijat belerang, dan Goa Selirang yang memiliki debit air yang cukup deras dari atas.

Pancuran Pitu - Pijat Belerang - Goa Selirang
Berendam merupakan aktivitas yang seru dilakukan di tempat ini. Disarankan untuk pengunjung agar berendam tidak lebih dari 15 menit. Oya gaes, belerang dipercaya memiliki kandungan yang efektif untuk mengobati penyakit kulit dan sakit tulang. Kita dapat juga membeli serbuk belerang yang dijual untuk dibawa pulang. Serbuk ini bisa dipakai untuk masker kulit. Ini cocok banget buat yang suka perawatan kulit (biasanya sih perempuan yang lebih aware).

Selain itu, pijat belerang melemaskan anggota badan sehabis trekking pun menjadi aktivitas menarik untuk dilakukan. Kita bisa mengeluarkan kocek Rp 10.000,- untuk pijat kaki saja atau Rp 30.000,- untuk kaki dan badan. Kalau perut lapar, ada kuliner sate kelinci atau sate ayam yang bisa kita coba disini.

Saya dan beberapa teman lain turun menuju ke Goa Selirang. Menuju ke goa sekitar 5 menit saja. Nampaklah semacam tebing di pinggiran bukit di mana endapan sulfur yang nampak apik untuk dieksplorasi. Ada dua tingkatan bukit yang dilaluinya. Yang satu adalah Goa Selirang, tepat di mana batuan seperti goa kecil, lalu di bawahnya tebing berwarna kuning keemasan dialiri air yang bertemu dengan sumber mata air dingin pada aliran Sarabadak.

Kami mandi-mandi di Goa Selirang. Merelaksasi tubuh dengan hangatnya air yang membasahi. Air yang mengena ke badan seperti memijat-mijat. Suasana tenang ditemani suara-suara alam. Badan yang tadi membuang tenaga selama trekking kian rileks. Sangat asik sekali kegiatan famtrip menjelajah wisata alam yang ada di Baturraden.  

Goa dan Tebing Selirang
Belum berakhir begitu saja. Kegiatan sehabis jelajah wisata alam. Kami kembali ke villa untuk bersih-bersih. Makan siang sudah ditata di atas meja. Menu makanan sangat menggoda dengan sajian bancakan (liwetan). Ada ayam goreng, tempe tahu, kluban (urap), lalapan, mie goreng, kerupuk, dan sambelnya yang juara. Asli sambelnya nampol banget. Semua pada lahap makannya. Saking lahapnya, porsi makanan segitu banyaknya kan gak abis-abis tapi tetap nguyah. Hahaha. Jadi Palawi juga menawarkan paket lengkap gaes seperti kuliner tradisional yang menarik sekali untuk dicoba seperti di gambar ini.  

Ku suka sambelnya
Gak lama setelah makan, kami beranjak ke labirin. Games cepet-cepetan ambil bendera di tengah labirin. Kami dibagi empat kelompok. Masing-masing terdiri dari tiga orang. Games ini cukup membuat goncangan yang membuat perut wegah. Pemenangnya adalah tim empat. Yaiyalah menang karena mereka sudah ngapalin itu jalur dari kemarin. Hahaha. Sengat senang, bahagia, asik sekali bisa menginap di Villa Agathis sekaligus mengeksplore Wana Wisata Baturraden.

Acara Famtrip Blogger Goes To Palawi Baturraden pada 5 - 6 Mei 2018 diselenggarakan oleh PT Palawi Risorsis . Maturnuwun Palawi.

Share:

3 komentar:

  1. Eh, kamu masuk ke Goa Selirang ngga? Apa cuma di mulut goa saja kek Mas Pradna? :D Yayaya...yang menang games kemarin dapat apa, sih? Penasaran inyooong.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masuk dong sampe ke bibir goanya. Hahaha. Dapet apa yo? piring cantik berisi menu bancakan mba 😂

      Hapus
  2. Berenang di telaga sunyi lagi yuk🙊

    BalasHapus

Instagram