November 21, 2017

CERITA DI BATAS NEGERI (I)

Lautan Kepulauan Posek
INDONESIA, negara maritim yang letaknya sentral berada diantara dua samudera, Hindia dan Pasifik. Memiliki total pulau yang telah diakui PBB dalam UNCSGN sekitar 16.056 dari total pulau sebanyak 17.504. Dengan potensi lautnya yang sangat besar, sudah sangat urgent sekali apabila Indonesia tidak hanya membangun wilayahnya di darat saja, namun yang sangat penting adalah wilayah lautnya yang juga perlu dijaga dan dikembangkan. Terkait konetivitas, infrstruktur, keamanan militer, peraturan kelautan dan hal lain yang menunjang negeri ini kembali mencapai kejayaannya di mana nenek moyang kita dulunya juga adalah seorang pelaut. Di lautan kita berjaya, Jalesveva Jayamahe. Mari mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Oke, saya mengawali beberapa opini berdasarkan fakta yang saya temui di Teluk Nipah, sebuah pulau kecil di wilayah perairan Kecamatan Kepualauan Posek, Kabupaten Lingga, Kepualauan Riau. Mengapa hal tersebut menjadi penting sekali? Sebab akan percuma potensi kelautan yang begitu banyak belum dimanfaatkan secara berkelanjutan. Masih banyak sekali masalah akibat keterbatasam yang ditemukan. Regulasi penangkapan ikan di laut, pengembangan pusat perekonomian yang belum memadai, infrastuktur belum layak, dan dukungan dari pemerintah belum cukup masif. Padahal menurut hemat saya, seharusnya pemerintah memulai dengan membenahi apa yang ada di masyarakat. Membangun pondasi yang kuat lebih dahulu dari elemen masyarakat sehingga gaungan poros maritim dunia tidak hanya ilusi belaka bisa untuk dicapai. Aamiin.

ENJ, Bersama Membangun Negeri
Kedatangan hari pertama kami di Teluk Nipah diisi dengan mengenali lingkungan sekitar, bersosialisasi dan menggali informasi yang dapat digali dari para warga. Disana sumber air bersih sangat terbatas, tidak ada jaringan listrik, tidak ada kamar mandi umum, di mana rumah warga memiliki toilet terbang di atas pesisir, tidak ada pasar (pusat kegiatan ekonomi). Beruntungnya disana sudah masuk jaringan salah satu provider milik negara. Di depan rumah, ada beberapa sumur galian sebagai tampungan cadangan air. Kemudian tiga sumur kecil (kubangan air) yang letaknya di dekat hutan. Hanya ada beberapa SD dan SMP yang tersebar di beberapa pulau.

Di Teluk Nipah sendiri hanya ada satu sekolahan. Saat kami melakukan survei kesana. Kami tidak diterima baik oleh guru dan kepala sekolah dengan alasan beberapa bangunan sekolah mereka sedang direnovasi. Ada kejanggalan yang kami dapatkan ketika meminta izin masuk agar bisa memberikan program kepada anak-anak. Tak dinyana, dari informasi yang didapatkan warga, pada tahun 2015 sekolah dasar yang tersebut pernah diprotes (ditutup) oleh orang tua murid sebab guru-guru yang mengajar sering bolos kerja. Miris sekali.

Sudah hari ketiga. Lepas subuh, jingga sinar matahari terbit di belakang rumah yang kami tinggali. Ronanya sangat indah sekali menyoroti air lautan yang bernafas tenang. Belum ada ombak kala itu. Bahkan surutnya air menyisakan beberapa area pesisir seperti tanah basah. Semalam hujan turut membersihkan ruang udara sedikit menyisakan gumpalan awan kelabu. Mulai terdengar aktivitas pagi itu. Suara-suara hewan kecil. Suara mesin perahu sumbang terdengar. Tangisan anak kecil di seberang rumah. 

View belakang rumah tinggal 
Kami sarapan di warung dekat sekolahan. Nasi dengan sotong sambal seharga lima ribu rupiah. Warung ini pula menjual hanya satu jenis gorengan, yaitu keledek (ubi goreng). Ubinya dibeli di Dabo. Kemudian bersiap-siap menuju ke dermaga untuk menyebrang ke Pulau Mas Bangsal. Tidak lama Pak Kadus menjemput dengan perahu miliknya. Jarak antar kedua pulau ini sekitar 20 menit perjalanan laut. Perahu yang kami tumpangi berhenti di rumah belakang rumah Pak Kades. Satu persatu kami naik ke area rumahnya dengan membawa barang donasi yang akan diserahkan ke pihak sekolah.
Ini loh nasi sotong & keledek
Program pertama yang dilakukan adalah mengisi kelas kemaritiman di SDN 002 dan SMP N 2 Kepulauan Posek. Beruntung sekali sekolahan ini mengizinkan kami untuk masuk mengisi kelas. Awalnya diisi dengan senam bersama. Kemudian materi kemaritiman terkait letak geografis Indonesia yang hampir 2/3 wilayahnya merupakan wilayah laut dengan media pembelajaran peta Indonesia. Menguatkan pula bahwa mereka (adik-adik) tinggal di pulau batas negeri yang harus menjaga segala potensi lautnya. Ada pula program gerakan mencuci tangan yang ditujukan untuk anak SD. Membuat rumah baca dengan menghias ruangan perpustakaan dan menambah koleksi buku hasil donasi. Sebagian pula memberikannya kepada anak-anak. Sebenarnya mereka aktif dan berani, hanya saja keterbatasan mengkungkung pola belajar mereka yang masih serba terbatas.
SDN 002 Kepulauan Posek di Pulau Mas Bangsal
Kelas Maritim di SDN 002 Kepulauan Posek

Kelas Maritim di SMPN 2 Kepulauan Posek
Selesai mengajar, kami makan bersama. Nasi padang menjadi hidangan yang dirindukan. Sebab menu makanan ini berbeda dari biasanya. Dua hari kemarin, ibu tukang masak di rumah tinggal selalu memasak menu makanan laut. Menu wajibnya adalah udang. Tiada hari tanpa udang. Alhamdulillah sih, aku doyan banget seafood. Apalagi udangnya masih segar. Hanya direbus saja kemudian dicocol sambal yang khas rasanya. Sampai ada kejadian lucu sebelum kami mengajar adik-adik. Beberapa dari kami secara bergantian mengalami perut mules. Sebagian bolak-balik ke toilet. Lantas tragedi nasi sotong menjadi sebutan kenangan fenomena yang barusan kami alami. Jelasnya, dengan menjadi masyarakat pesisir, kami mulai terbiasa memakan hasil tangkapan laut sebagai hidangan sehari-hari. Ikan, udang, kepiting, sotong, cumi-cumi, dan entah apalagi.
Adik-adik menggambar Peta Indonesia
Kenangan bersama adik-adik dan guru SD



Kenangan bersama guru SMP
Setelah tragedi nasi sotong. Perjalanan dilanjutkan ke rumah Pak Kades kembali. Aku dan beberapa kawan sudah berjalan duluan. Tiba-tiba di belakang kami, kawan-kawan lain beramai-ramai meributkan seorang teman kami yang jatuh terpeleset sampai kakinya keseleo. Ternyata si teteh yang terpongkeng. Lantas ia dijuluki dengan sebutan si terpongkeng.  

Di rumah Pak Masmin, kami beristirahat. Tidak berapa lama, sudah dinyana. Kami sudah dimasakkan hidangan makan siang. Baru saja nasi padang itu turun dari tenggorokan. Entah rezeki mana lagi yang kami dustakan. Kami terus dijamu disana. Mau tak mau, kami makan bersama lagi. Lauknya adalah udang rebus, yeay. Satu hal yang tidak biasa didengar sebelumnya. Ketika Pak Kades mengatakan, “tadi sudah disiapkan untuk makan sarapan”. Padahal waktu sudah menunjukkan siang hari. Dengan spontan, seorang dari kami menjawab,“sudah siang Pak. Sarapan?”. Aku pun tidak tahu apakah warga disana mengatakan hal tentang makan dengan sebutan sarapan tanpa mengenal waktu pelaksanaannya. Entahlah.

Enak udangnya. Manis.
Menjelang sore, kami hendak diantarkan pulang ke Teluk Nipah. Sebelum pulang, kami menuju ke Pulau Mas Kecil untuk menghadiri undangan pernikahan di rumah warga. Pak Kades membawa kami kesana. Begitu turun dari perahu, Bagus terperosok jatuh di antara perahu-perahu yang tertambat di dermaga. Apakah sepertinya dia sudah tidak sabar untuk makan lagi. Entahlah. Aku hanya tertawa kecil ketika mengabadikannya dalam kameraku.
Wkwk Bagus terpongkeng
Kami berjalan memasuki pulau kecil yang diapit dengan dua pulau seperti selat. Banyak orang berkumpul disana. Beberapa tenda dengan kursi. Ada organ tunggal di mana lagu dangdut sedang diinyanyikan. Setelah melewati masjid. Semua orang disana tertuju ke arah kami yang berjalan serombongan. Kami dipersilahkan antri mengambil makanan yang disajikan. Adatnya memang seperti itu. Setelah makan kemudian, baru menyalami sang pengantin. Sehabis makan, kami diajak mengisi suara dangdutan di depan. Awalnya kami malu-malu. Setelah diundang berkali-kali. Hingga Viqacu ditarik oleh Bidan Reta yang sedang melantukan suaranya sembari bergoyang heboh diantara adik-adik yang juga asik menikmatinya. Aku pun baru tahu, nyatanya musik dangdut sudah menjadi tradisi pesta pernikahan di hampir seluruh negeri ini. Awalnya aku mengira bahwa lagu-lagu yang ditembangkan adalah lagu melayu. Ternyata lagu-lagu lawas dan dangdut yang sedang tren. Pada akhirnya, setelah diundang berkali-kali untuk mengisi lagu. Sabar maju ke depan menyanyi bersama Bidan Reta. Mereka menyanyikan lagu melayu, setelahnya lagu itu menjadi lagu yang sering dinyanyikan selama masa pengabdian selain mars Per*ndo yang sering diramaikan oleh Ical. Tidak lama, kami menyalami sang pemilik pesta. Lalu berpamitan pulang. Mengakhiri kegiatan kami hari itu dengan perut teramat kenyang.
Kondangan. Makan terus. Kenyang.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Instagram